RSS

About

SEBENING EMBUN MEMBASAHI KALBU

SEBENING EMBUN MEMBASAHI KALBU
Deru angin malam merasuk jiwa membangunkan setiap insan yang sedang terlelap dalam tidurnya. Hanya mereka yang dekat dengan Illahi yang mau menyempatkan waktunya untuk bersujud di hadapanNYA. Walau raga lelah walau mata terasa masih ingin terpejam namun tetap kulangkahkan kakiku untuk berwudhu. Walau bisikan setan terus mengusik niatku namun tetap kuimantapkan niatku. Air wudhu mengalir di seluruh tubuh, terasa dingin merasuk jiwa. Langkahku terus menuju masjid di tempat aku nyantri. Qiyamullail kali ini mungkin terasa beda. Usai salam kupanjatkan doa dengan penuh kepasrahan, berpikir bahwa diri ini begitu lemah tak berdaya  di hadapan sang Kuasa. Memasrahkan seluruh hidup dan matiku hanya kepada Rabbku mungkin itu yang kali ini sedang ada dalam pikiranku.
Ku termenung sejenak memikirkan masa lalu yang suram, masa lalu yang membuatku masuk jurang kebodohan, jurang kedzaliman. Dulu duniaku penuh gemerlapan. Hidupku sangat mengagung agungkan kenikmatan duniawi saja tak pernah terlintas di pikiranku akan hari pembalasan. Keluar masuk hotel, tempat diskotik sungguh hal yang biasa aku lakukan di keseharianku waktu. Entah setan mana yang telah masuk dalam otakku. Segala macam model wanita telah aku cicipi semuanya tak terkeculai tante-tante.
Hingga pada suatu hari aku pulang dalam keadaan mabuk berat, ayah ibuku tersontak kaget bukan kepalang, karena aku sudah tidak seperti manusia aku layaknya binatang yang tidak tau malu. Aku sangat mencoreng nama baik keluargaku terutama ayahku karena ayahku adalah seorang kyai yang terpandang di desaku. Sampai orang-orang mencibir keluargaku yang tak pernah becus dalam mendidik anaknya, tidak berhasil mendidik akhlaq anaknya yang tak karuan. Hingga ceram dan tausiyah ayahku tak pernah di hiraukan lagi karena mereka beranggapan bahwa kyainya juga tidak bisa membenahi akhlaq anaknya yang rusak.
Adzan shubuh berkumandang aku di bangunkan oleh ibuku, namun tak menghiraukannya aku membentaknya dan mengusirnya sampai-sampai aku tega melempar ibuku dengan vas bunga yang ada di meja kamarku. Kata durhaka yang pantas ku sandang waktu itu. Tapi aku tak penah memikirkannya yang aku pikirkan hanya kesenangan hidupku saja. Minta uang seenaknya kepada ayahku hingga tega mendorong ayahku jatuh ke lantai jika sampai tidak di beri uang untuk minum dan main judi.
Aku berjalan menyusuri trotoar jalan di bawah teriknya panas matahari yang menyengat tubuh. Otak kriminalku mulai beraksi tatkala aku melihat ibu-ibu keluar dari bank aku pikir pasti dia habis ambil uang yang begit banyak. Tak usah pikir panjang langsung aku srobot tas yang di bawa ibu itu kubawa lari sekencang mungkin. Tak menghiraukan orang mengejarku dan meneriakkan aku maling. Aku berlari hingga menemui jalan buntu, bingung bukan kepalang harus kemana lagi pergi untuk mengumpat padahal orang-orang mengejarku semakin banyak, lalu ada sebuah tong sampah yang lumayan besar aku sembunyi di dalamnya. Aku tersenyum penuh kesombongan karena aku berhasil untuk meloloskan diri dari amukan masa yang banyak.
Aku pulang membawa segebok uang hasil curianku. Belum  sampai didalam rumah aku dihadang ayahku. “Darimana saja kamu seharian jam segini baru pulang? Mau jadi apa kamu nanti hah?” kata ayahku.
Aku jawab dengan seenaknya saja. “ itu bukan urusan ayah, buat apa ayah mengurusi hidupku. Urusi saja urusan ayah yang hanya sholat-sholat saja. Ayah juga sholat terus tidak membuat ayah kaya raya. Biarkan hidupku seperti ini yang penting banayk uang.”
“ Tutup mulut kamu jangan pernah bilang seperti itu dosa kamu nak. Kapan kamu akan sadar akan kelakuan kamu itu? Apa kamu selamanya akan menjadi orang yang seperti ini ingat nak hidup ini hanya sementara.”, kata ayahku.
“Alah omong kosong saja ayah ini. Simpan saja omongan ayah itu. Mana buktinya hingga saat ini aku masih segar bugar. Malahan ayah yang sering sakit-sakitan.” Jawabku dengan sombong.
“ Ayah malu nak selalu jadi bahan pembicaraan tetangga apa kamu tidak pernah memikirkan hal itu?” jawab ayah.   
“Oke kalau ayah malu mempunyai anak saperti aku akan pergi dari rumah ini saat ini  juga agar ayah tidak malu lagi begitu kan maunya ayah, agar ayah senang aku akan pergi.”  Aku mulai kesal.
“Bukan begitu maksud ayah nak jangan salah mengartikan nak.” Jawab ayah
“Ahhhh bulsyit!!! aku pergi dan jangan pernah mencari aku lagi!! Puas ayah hah?” bentakku.
  Setelah itu aku langsung pergi dari rumah. Saat itu aku merasa sangat bebas tanpa ada yang menghalangi perbuatanku lagi. Sampai di persimpangan jalan aku bertemu dengan seorang kakek tua yang membawa tongkat unhtuk menopang tubuhnya yang sudah tua renta. Namun aku tetap tega melakukan sesuatu yang tak pantas aku lakukan. Aku lihat kakek itu hanya membawa bungkusan kecil di tangannya mungkin hanya sebungkus nasi yang hendak ia makan. Namun waktu aku sangat lapar sekali dan akupun dengan tega menodong kakek tua itu untuk memberikan bungkusannya itu kepadaku. Kakek itu tersontak kaget dan hendak jatuh di tepi jalan. Kakek itu berkata kepadaku, “ nak ini hanya satu-satunya makan siang buat kakek. Kakek sudah tidak punya uang lagi untuk membeli nasi.”
“Tapi kek aku lapar sekali pelit banget sih, sini buat aku saja!” bentakku. Tak kusangka kakek itu dengan ikhlas memberikan bungkusan nasi itu buat aku yang telah tidak sopan meminta makan kepadanya. Dengan ikhlas kakek itu menyodorkan sebungkus nasi kapadaku seraya berkata “ ini nak nasi buat kamu saja sepertinya kamu sangat lapar sekali kakek masih kuat berdoa dulu agar kamu selalu di lindungi Allah”. Setelah mendengar perkataan kakek itu hatiku seperti di tetesi embun pagi yang sejuk membasahi hatiku yang sangat kotor. Seketika  aku terasa ada getaran di sekujur tubuhku, keringat dingin membasahi tubuh, jantung berdebar tak menentu aku bingung ada apa dengan diriku ini. Kakek itu merasa kasihan melihat keadaanku yang tiba-tiba berubah entah kenapa. Kakek itu membawaku kerumahnya. Rumahnya seperti gubug yang sudah reyot, sudah tak selaknya menjadi rumah tapi aku tak dapat berbuat apa-apa terpaksa aku tinggal di rumah itu.  Padahal aku sudah berlaku tidak sopan kepadanya tapi kakek itu dengan ikhlas merawatku sampai aku sembuh. Sungguh mulia hati kakek ini aku malu akan perbuatanku selama ini. Kenapa selama ini aku tidak pernah terlintas dalam pikiranku untuk berbuat baik walau seberat debu.
Selama aku tinggal di rumah kakek aku mendapat pelajaran yang begitu banyak sekali sehingga aku sadar akan perbuatanku selama ini. Aku malu kepada kakek yang sudah tua renta masih mau berusaha untuk berusaha untuk bertahan hidup. Aku mulai membenahi diri yang penuh  kotoran ini   dengan air wudhu. Sudah lama aku tak bersujud  kepada Sang Kuasa kali ini aku bersujud lagi di hadapannya dengan hati yang masih penuh dengan kotoran. Akupun berdoa dengan penuh penyesalan “Ya Allah begitu banyak dosa-dosa hamba, hamba telah telah melupakanMu, hamba telah berpaling dariMu, hamba telah masuk ke lembah kegelapan Ya Allah. Hamba malu kepada Engkau Ya Allah, diri hamba kotor, banyak sekali debu dosa yang menempel pada diri hamba. Hingga akhirnya Engkau kirimkan setetes  embun dari surga yang mampu membersihkan dosa pada diri hamba . Ya Allah hamba mohon ampun hamba bersujud bersimpuh di hadapanMu, kuserahkan seluruh hidup dan matiku hanya kepadaMu Ya Allah”. Tak terasa air mata membanjiri tubuhku isak tangis tak mampu lagi ku tahan air mata tak mampu lagi ku bending. Aku bertobat dengan tobat yang sungguh-sungguh. Aku teringat dengan kedua orang tuaku. Aku berpikir untuk kembali kepadanya tapi aku masih ragu apa ayah dan ibuku mau menerima aku kembali. Aku masih malu untuk menampakkan wajahku kepada ayahku yang waktu itu sudah ku bentak.
Hari berganti hari tak terasa sudah satu bulan aku tinggal di rumah kakek. kakek sudah menganggapku sebagai cucunya sendiri. Tapi aku merasa menjadi beban dalam hidup kakek tapi kakek tak pernah aku dengar selama aku tinggal bersamanya mengeluh. Setiap hari ia selalu bersyukur akan rizki yang di terimanya. Aku menjadi sangat malu dengan kakekk. Hingga pada akhirnya kau putuskan untuk pindah ke pondok pesantren saja. Aku ingin lebih dalam mempelajari ilmu agama. Awalnya kakek tak mengizinkan aku pergi tapi akhirnya ia mengizinkan karena kakek berpikir itu demi kebaikanku juga.
Aku telah berjanji kepada diriku sendiri aku mau kembali lagi kepada keluargaku dengan keadaan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Sekarang aku sudah mondok di pondok pesantren Darul Qur’an. Disinilah awal kehidupanku yang baru. Kembali lagi dari nol untuk manata hidupku yang telah rusak akan godaan nafsu duniawi. Hingga pada akhirnya aku berpikir bahwa inilah hidayah Allah yang datang kepadaku seperti secercah cahaya menembus kegelapan yang menerangi bagi setiap insan yang mau menerimanya.
Di pondok pesantren sejuta pengalaman dan sejuta pelajaran yang kudapatkan. Ceramah dari ustadz-ustadz dan para kyai semakin menyadarkaknku bahwa hidup ini begitu singkat. Aku bersyukur masih di beri kesempatan untuk menerima hidayah Allah yang sangat agung. Kehidupanku berubah seratus delapan puluh derajat dari yang sebelumnya. Setiapa hari yang kudengar hanya lantunan suci Alquran yang sangat menggetarkan jiwa kumandang adzan yang mengalun dengan merdu . Setiap malamku ku hiasi dengan sujud mengingat Allah. Sampai aku sangat tidak yakin saat aku terpilih menjadi ketua pengurus pondok pesantren. Inilah hikmah di balik kejadian-kejadian yang pernah menjadikan hidupku khilaf selama ini. Aku banyak mengukir prestasi di pondok pesantren ini dengan mengikuti lomba tilawatil qur’an.
Aku tiba-biba tersadar dari lamunanku. Tiga tahun sudah aku tinggal di pondok pesantren. Tiba-tiba aku teringat akan keadaan orang tuaku yang mungkin sudah kebingungan mencariku kesan kemari. Rasa kangen menghampiri jiwaku. Rindu akan suasan hangat berkumpul keluarga. Mengingat bentakanku kepada orang tuaku semakin menambah rasa kangenku. Tak pernah ku layangkan sepucuk surat  untuk ibuku. Aku juga tidak bagaimana keadaan orang tuaku saat ini apa masih hidup atau sudah meninggal. Kesunyian mengusik rasa rindu senyuman ayah ibuku. Tapi dalam benakku aku masih takut untuk kembali ke rumah. Aku ingin minta maaf atas perbuatanku selama ini. Tidak ada artinya kalau sudah bertaubat dengan Allah tapi kepada kedua orangtuaku aku belum sampai berlutut meminta maaf, mencium tangan kedua orang tuaku, mencium kaki ibuku yang telah melahirkanku.
Liburan di pondokku tinggal 3 hari lagi ini kesempatanku untuk pulang kerumah pasti orang tuaku juga merindukanku. Aku mempersiapkan segalanya untuk pulang nanti. Aku pulang dengan keadaan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Aku pulang dengan membawa kehidupan yang baru.
Hari yang kutunggupun tiba. Baru sampai di halaman rumah rasanya aku tak mampu melangkah kakiku terpaku. Aku mulai mengetuk pintu dan saat itu yang membuka adalah ibuku. Aku langsung berlutut dan mencium kaki ibuku. Ibuku kaget menyuruhku berdiri dan memeluku dengan erat. Dekapan hangat seorang ibu yang selama ini tak pernah aku rasakan. Ibuku menangis gembira melihat anaknya pulang dengan keadaan yang sangat baik. Ibuku tak henti-hetinya mencium keningku sambil berkata “Nizam anakku akhirnya kamu kembali lagi di pelukan ibu. Setiap malam ibu memikirkanmu nak kamu ada di mana. Setiap malam ibu berdoa agar kamu selalu dalam lindungan Allah. Tapi sekarang kamu sudah ada di pelukka ibu lagi dengan keadaan yang selama ini ibu rindukan. Nizam anakku jangan pernah kamu meninggalkan ibu lagi nak.”
Aku tak kuat menahan air mataku. Aku tak mampu berkata-kata sepatah katapun aku sungguh tak mampu. Ayahku baru pulang dari pengajian dan melihatku langsung memelukku dengan erat.
“Ayah ibu aku minta maaf atas kelakuanku selama ini yang sudah membuat ayah dan ibu malu. Aku banyak berubah setelah ada belajar di pondok pesantren ayah. Sudikah ayah dan ibu memaafkanku dengan penuh keikhlasan?” aku berkata sambil menahan air mata yang terus jatuh di pipiku.
“Tanpa kamu  minta ayah dan ibu sudah memaafkanmu nak. Sekarang kamu sudah berubah tidak seperti dulu lagi ayah bangga sama kamu nak. Allah sangat saying kepadamu sehingga kamu di beri hidayah sebesar ini.” Jawab ayahku dengan penuh bijaksana.
Kini aku sudah berkumpul dengan keluragaku lagi. Tapi aku tetap harus kembali lagi ke pondok untuk melanjutkan belajarku.
###############
“ Cinta adalah anugrah terindah yang diberikan Allah kepada setiap hambanya tanpa terkecuali. Allah menganugrahkan begitu indah cinta itu sampai tak mampu di ungkapkan dengan kata – kata. Karena setiap pemberian yang diberikan Allah kepada kita selalu bermakna. Cinta suci adalah cinta kepada Allah, kepada Rasul kita kepada orang tua yang telah mencurahkan seluruh cinta kasihnya kepada kita. Jika Allah tidak menganugrahkan cinta maka kita tidak pernah mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Allah mencintai seluruh makhluknya dengan cara ia di beri kenikmatan yang berupa musibah maupun berupa kesenangan. Cinta akan terasa indah jika kita bisa menggunakan cinta itu dengan benar. Gunakanlah cinta sesuai dengan jalan keridloanNYA  
Hidayah Allah akan datang kepada setiap hambanya yang Allah kehendaki. Jangan pernah putus asa untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari yang sebelumnya agar kita mendapatkan surga Allah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Toefan mengatakan...

masya allah tabarakallah

Unknown mengatakan...

terima kasih telah membaca..

Posting Komentar