SEBENING EMBUN MEMBASAHI KALBU
Deru angin malam merasuk jiwa membangunkan setiap
insan yang sedang terlelap dalam tidurnya. Hanya mereka yang dekat dengan
Illahi yang mau menyempatkan waktunya untuk bersujud di hadapanNYA. Walau raga
lelah walau mata terasa masih ingin terpejam namun tetap kulangkahkan kakiku
untuk berwudhu. Walau bisikan setan terus mengusik niatku namun tetap
kuimantapkan niatku. Air wudhu mengalir di seluruh tubuh, terasa dingin merasuk
jiwa. Langkahku terus menuju masjid di tempat aku nyantri. Qiyamullail kali ini
mungkin terasa beda. Usai salam kupanjatkan doa dengan penuh kepasrahan,
berpikir bahwa diri ini begitu lemah tak berdaya di hadapan sang Kuasa. Memasrahkan seluruh
hidup dan matiku hanya kepada Rabbku mungkin itu yang kali ini sedang ada dalam
pikiranku.
Ku termenung sejenak memikirkan masa lalu yang
suram, masa lalu yang membuatku masuk jurang kebodohan, jurang kedzaliman. Dulu
duniaku penuh gemerlapan. Hidupku sangat mengagung agungkan kenikmatan duniawi
saja tak pernah terlintas di pikiranku akan hari pembalasan. Keluar masuk
hotel, tempat diskotik sungguh hal yang biasa aku lakukan di keseharianku
waktu. Entah setan mana yang telah masuk dalam otakku. Segala macam model
wanita telah aku cicipi semuanya tak terkeculai tante-tante.
Hingga pada suatu hari aku pulang dalam keadaan
mabuk berat, ayah ibuku tersontak kaget bukan kepalang, karena aku sudah tidak
seperti manusia aku layaknya binatang yang tidak tau malu. Aku sangat mencoreng
nama baik keluargaku terutama ayahku karena ayahku adalah seorang kyai yang
terpandang di desaku. Sampai orang-orang mencibir keluargaku yang tak pernah
becus dalam mendidik anaknya, tidak berhasil mendidik akhlaq anaknya yang tak
karuan. Hingga ceram dan tausiyah ayahku tak pernah di hiraukan lagi karena
mereka beranggapan bahwa kyainya juga tidak bisa membenahi akhlaq anaknya yang
rusak.
Aku berjalan menyusuri trotoar jalan di bawah
teriknya panas matahari yang menyengat tubuh. Otak kriminalku mulai beraksi
tatkala aku melihat ibu-ibu keluar dari bank aku pikir pasti dia habis ambil
uang yang begit banyak. Tak usah pikir panjang langsung aku srobot tas yang di
bawa ibu itu kubawa lari sekencang mungkin. Tak menghiraukan orang mengejarku
dan meneriakkan aku maling. Aku berlari hingga menemui jalan buntu, bingung
bukan kepalang harus kemana lagi pergi untuk mengumpat padahal orang-orang
mengejarku semakin banyak, lalu ada sebuah tong sampah yang lumayan besar aku
sembunyi di dalamnya. Aku tersenyum penuh kesombongan karena aku berhasil untuk
meloloskan diri dari amukan masa yang banyak.
Aku pulang membawa segebok uang hasil curianku.
Belum sampai didalam rumah aku dihadang
ayahku. “Darimana saja kamu seharian jam segini baru pulang? Mau jadi apa kamu
nanti hah?” kata ayahku.
Aku jawab dengan seenaknya saja. “ itu bukan urusan
ayah, buat apa ayah mengurusi hidupku. Urusi saja urusan ayah yang hanya
sholat-sholat saja. Ayah juga sholat terus tidak membuat ayah kaya raya.
Biarkan hidupku seperti ini yang penting banayk uang.”
“ Tutup mulut kamu jangan pernah bilang seperti itu
dosa kamu nak. Kapan kamu akan sadar akan kelakuan kamu itu? Apa kamu selamanya
akan menjadi orang yang seperti ini ingat nak hidup ini hanya sementara.”, kata
ayahku.
“Alah omong kosong saja ayah ini. Simpan saja
omongan ayah itu. Mana buktinya hingga saat ini aku masih segar bugar. Malahan
ayah yang sering sakit-sakitan.” Jawabku dengan sombong.
“ Ayah malu nak selalu jadi bahan pembicaraan
tetangga apa kamu tidak pernah memikirkan hal itu?” jawab ayah.
“Oke kalau ayah malu mempunyai anak saperti aku akan
pergi dari rumah ini saat ini juga agar
ayah tidak malu lagi begitu kan maunya ayah, agar ayah senang aku akan
pergi.” Aku mulai kesal.
“Bukan begitu maksud ayah nak jangan salah
mengartikan nak.” Jawab ayah
“Ahhhh bulsyit!!! aku pergi dan jangan pernah
mencari aku lagi!! Puas ayah hah?” bentakku.
Setelah itu aku langsung pergi dari rumah.
Saat itu aku merasa sangat bebas tanpa ada yang menghalangi perbuatanku lagi.
Sampai di persimpangan jalan aku bertemu dengan seorang kakek tua yang membawa
tongkat unhtuk menopang tubuhnya yang sudah tua renta. Namun aku tetap tega
melakukan sesuatu yang tak pantas aku lakukan. Aku lihat kakek itu hanya
membawa bungkusan kecil di tangannya mungkin hanya sebungkus nasi yang hendak ia
makan. Namun waktu aku sangat lapar sekali dan akupun dengan tega menodong
kakek tua itu untuk memberikan bungkusannya itu kepadaku. Kakek itu tersontak
kaget dan hendak jatuh di tepi jalan. Kakek itu berkata kepadaku, “ nak ini
hanya satu-satunya makan siang buat kakek. Kakek sudah tidak punya uang lagi
untuk membeli nasi.”
“Tapi kek aku lapar sekali pelit
banget sih, sini buat aku saja!” bentakku. Tak kusangka kakek itu dengan ikhlas
memberikan bungkusan nasi itu buat aku yang telah tidak sopan meminta makan
kepadanya. Dengan ikhlas kakek itu menyodorkan sebungkus nasi kapadaku seraya
berkata “ ini nak nasi buat kamu saja sepertinya kamu sangat lapar sekali kakek
masih kuat berdoa dulu agar kamu selalu di lindungi Allah”. Setelah mendengar
perkataan kakek itu hatiku seperti di tetesi embun pagi yang sejuk membasahi
hatiku yang sangat kotor. Seketika aku
terasa ada getaran di sekujur tubuhku, keringat dingin membasahi tubuh, jantung
berdebar tak menentu aku bingung ada apa dengan diriku ini. Kakek itu merasa
kasihan melihat keadaanku yang tiba-tiba berubah entah kenapa. Kakek itu
membawaku kerumahnya. Rumahnya seperti gubug yang sudah reyot, sudah tak
selaknya menjadi rumah tapi aku tak dapat berbuat apa-apa terpaksa aku tinggal
di rumah itu. Padahal aku sudah berlaku
tidak sopan kepadanya tapi kakek itu dengan ikhlas merawatku sampai aku sembuh.
Sungguh mulia hati kakek ini aku malu akan perbuatanku selama ini. Kenapa
selama ini aku tidak pernah terlintas dalam pikiranku untuk berbuat baik walau
seberat debu.
Selama aku tinggal di rumah kakek aku mendapat
pelajaran yang begitu banyak sekali sehingga aku sadar akan perbuatanku selama
ini. Aku malu kepada kakek yang sudah tua renta masih mau berusaha untuk
berusaha untuk bertahan hidup. Aku mulai membenahi diri yang penuh kotoran ini dengan
air wudhu. Sudah lama aku tak bersujud
kepada Sang Kuasa kali ini aku bersujud lagi di hadapannya dengan hati
yang masih penuh dengan kotoran. Akupun berdoa dengan penuh penyesalan “Ya Allah begitu banyak dosa-dosa hamba,
hamba telah telah melupakanMu, hamba telah berpaling dariMu, hamba telah masuk
ke lembah kegelapan Ya Allah. Hamba malu kepada Engkau Ya Allah, diri hamba
kotor, banyak sekali debu dosa yang menempel pada diri hamba. Hingga akhirnya
Engkau kirimkan setetes embun dari surga
yang mampu membersihkan dosa pada diri hamba . Ya Allah hamba mohon ampun hamba
bersujud bersimpuh di hadapanMu, kuserahkan seluruh hidup dan matiku hanya
kepadaMu Ya Allah”. Tak terasa air mata membanjiri tubuhku isak tangis tak
mampu lagi ku tahan air mata tak mampu lagi ku bending. Aku bertobat dengan
tobat yang sungguh-sungguh. Aku teringat dengan kedua orang tuaku. Aku berpikir
untuk kembali kepadanya tapi aku masih ragu apa ayah dan ibuku mau menerima aku
kembali. Aku masih malu untuk menampakkan wajahku kepada ayahku yang waktu itu
sudah ku bentak.
Hari berganti hari tak terasa sudah satu bulan aku
tinggal di rumah kakek. kakek sudah menganggapku sebagai cucunya sendiri. Tapi
aku merasa menjadi beban dalam hidup kakek tapi kakek tak pernah aku dengar
selama aku tinggal bersamanya mengeluh. Setiap hari ia selalu bersyukur akan
rizki yang di terimanya. Aku menjadi sangat malu dengan kakekk. Hingga pada
akhirnya kau putuskan untuk pindah ke pondok pesantren saja. Aku ingin lebih
dalam mempelajari ilmu agama. Awalnya kakek tak mengizinkan aku pergi tapi
akhirnya ia mengizinkan karena kakek berpikir itu demi kebaikanku juga.
Aku telah berjanji kepada diriku sendiri aku mau
kembali lagi kepada keluargaku dengan keadaan yang lebih baik dari yang
sebelumnya. Sekarang aku sudah mondok di pondok pesantren Darul Qur’an.
Disinilah awal kehidupanku yang baru. Kembali lagi dari nol untuk manata
hidupku yang telah rusak akan godaan nafsu duniawi. Hingga pada akhirnya aku
berpikir bahwa inilah hidayah Allah yang datang kepadaku seperti secercah
cahaya menembus kegelapan yang menerangi bagi setiap insan yang mau
menerimanya.
Di pondok pesantren sejuta pengalaman dan sejuta
pelajaran yang kudapatkan. Ceramah dari ustadz-ustadz dan para kyai semakin
menyadarkaknku bahwa hidup ini begitu singkat. Aku bersyukur masih di beri
kesempatan untuk menerima hidayah Allah yang sangat agung. Kehidupanku berubah
seratus delapan puluh derajat dari yang sebelumnya. Setiapa hari yang kudengar
hanya lantunan suci Alquran yang sangat menggetarkan jiwa kumandang adzan yang
mengalun dengan merdu . Setiap malamku ku hiasi dengan sujud mengingat Allah.
Sampai aku sangat tidak yakin saat aku terpilih menjadi ketua pengurus pondok
pesantren. Inilah hikmah di balik kejadian-kejadian yang pernah menjadikan
hidupku khilaf selama ini. Aku banyak mengukir prestasi di pondok pesantren ini
dengan mengikuti lomba tilawatil qur’an.
Aku tiba-biba tersadar dari lamunanku. Tiga tahun
sudah aku tinggal di pondok pesantren. Tiba-tiba aku teringat akan keadaan
orang tuaku yang mungkin sudah kebingungan mencariku kesan kemari. Rasa kangen
menghampiri jiwaku. Rindu akan suasan hangat berkumpul keluarga. Mengingat
bentakanku kepada orang tuaku semakin menambah rasa kangenku. Tak pernah ku
layangkan sepucuk surat untuk ibuku. Aku
juga tidak bagaimana keadaan orang tuaku saat ini apa masih hidup atau sudah
meninggal. Kesunyian mengusik rasa rindu senyuman ayah ibuku. Tapi dalam
benakku aku masih takut untuk kembali ke rumah. Aku ingin minta maaf atas
perbuatanku selama ini. Tidak ada artinya kalau sudah bertaubat dengan Allah
tapi kepada kedua orangtuaku aku belum sampai berlutut meminta maaf, mencium
tangan kedua orang tuaku, mencium kaki ibuku yang telah melahirkanku.
Liburan di pondokku tinggal 3 hari lagi ini
kesempatanku untuk pulang kerumah pasti orang tuaku juga merindukanku. Aku
mempersiapkan segalanya untuk pulang nanti. Aku pulang dengan keadaan yang
lebih baik dari yang sebelumnya. Aku pulang dengan membawa kehidupan yang baru.
Hari yang kutunggupun tiba. Baru sampai di halaman
rumah rasanya aku tak mampu melangkah kakiku terpaku. Aku mulai mengetuk pintu
dan saat itu yang membuka adalah ibuku. Aku langsung berlutut dan mencium kaki
ibuku. Ibuku kaget menyuruhku berdiri dan memeluku dengan erat. Dekapan hangat
seorang ibu yang selama ini tak pernah aku rasakan. Ibuku menangis gembira
melihat anaknya pulang dengan keadaan yang sangat baik. Ibuku tak henti-hetinya
mencium keningku sambil berkata “Nizam anakku akhirnya kamu kembali lagi di
pelukan ibu. Setiap malam ibu memikirkanmu nak kamu ada di mana. Setiap malam
ibu berdoa agar kamu selalu dalam lindungan Allah. Tapi sekarang kamu sudah ada
di pelukka ibu lagi dengan keadaan yang selama ini ibu rindukan. Nizam anakku
jangan pernah kamu meninggalkan ibu lagi nak.”
Aku tak kuat menahan air mataku. Aku tak mampu
berkata-kata sepatah katapun aku sungguh tak mampu. Ayahku baru pulang dari
pengajian dan melihatku langsung memelukku dengan erat.
“Ayah ibu aku minta maaf atas kelakuanku selama ini
yang sudah membuat ayah dan ibu malu. Aku banyak berubah setelah ada belajar di
pondok pesantren ayah. Sudikah ayah dan ibu memaafkanku dengan penuh
keikhlasan?” aku berkata sambil menahan air mata yang terus jatuh di pipiku.
“Tanpa kamu
minta ayah dan ibu sudah memaafkanmu nak. Sekarang kamu sudah berubah
tidak seperti dulu lagi ayah bangga sama kamu nak. Allah sangat saying kepadamu
sehingga kamu di beri hidayah sebesar ini.” Jawab ayahku dengan penuh
bijaksana.
Kini aku sudah berkumpul dengan keluragaku lagi.
Tapi aku tetap harus kembali lagi ke pondok untuk melanjutkan belajarku.
###############
“ Cinta adalah anugrah
terindah yang diberikan Allah kepada setiap hambanya tanpa terkecuali. Allah
menganugrahkan begitu indah cinta itu sampai tak mampu di ungkapkan dengan kata
– kata. Karena setiap pemberian yang diberikan Allah kepada kita selalu
bermakna. Cinta suci adalah cinta kepada Allah, kepada Rasul kita kepada orang
tua yang telah mencurahkan seluruh cinta kasihnya kepada kita. Jika Allah tidak
menganugrahkan cinta maka kita tidak pernah mensyukuri nikmat yang Allah
berikan. Allah mencintai seluruh makhluknya dengan cara ia di beri kenikmatan
yang berupa musibah maupun berupa kesenangan. Cinta akan terasa indah jika kita
bisa menggunakan cinta itu dengan benar. Gunakanlah cinta sesuai dengan jalan
keridloanNYA ”
Hidayah
Allah akan datang kepada setiap hambanya yang Allah kehendaki. Jangan pernah
putus asa untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari yang sebelumnya agar
kita mendapatkan surga Allah.
2 komentar:
masya allah tabarakallah
terima kasih telah membaca..
Posting Komentar